Oleh: Rusman Dani Rumaen (Akademisi STKIP Gotong Royong Masohi)
Indonesia memiliki sejarah panjang mengenai swasembada pangan di masa orde baru. Sama dengan Maluku, dari jaman penjajahan dikenal sebagai daerah penghasil rempah-rempah. Pengenalan itu menjadikan Maluku sebagai daerah yang dikenal oleh dunia sebagai penghasil rempah-rempah. Keadaan ini didukung dengan pola pertanian yang ada sehingga keadaan dilapangan menunjukan masyarakat Maluku belum terlalu banyak berubah dalam pola pertanian.
Perlu diketahui bahwa masyarakat Maluku umumnya memiliki 1-2 lahan yang ukuran lahan begitu beragam ada yang ½ hektar bahkan lebih di gunakan untuk menanami tanaman yang berumur panjang. Pola pertanian ini sebenarnya baik untuk diterapkan namun pada faktanya belum berdampak yang baik untuk pengahasilan. Pola pertanian yang bertumbuh dari tanaman berumur panjang (pala, cengkih, kelapa dan coklat) masih menyisihkan gerbang hitam bagi masyarakat. Gerbang hitam itu yang berdampak pada nilai tawar dan posisi maluku di nasiona bahkan didunia. Namun semua itu, sudah menjadi budaya dalam pertanian masyarakat Maluku yang berpandangan semua lahan harus ditanami tanaman yang berumur panjang. Untuk itu, perubahan pertanian masyarakat maluku harus berubah dari tanaman yang berumur panjang ke-tanaman yang berumur pendek.
Dalam perjalanan catatan perjalanan, saya menemukan di beberapa negeri Di Kecamatan Tehoru, Kecamatan Telutih, Kecamatan Amahai, Kecamatan Seram Utara Barat dan Sebagian Kecamatan Seram Utara Kabupaten Maluku Tengah, masyarakat pada umumnya masih mengadopsi pemikiran bahwa semua lahan yang dimiliki harus ditanami tanaman yang berumur panjang seperti : cengkeh, pala, kelapa dan coklat. Beda halnya dengan kecamatan TNS, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, sebagaian besar Kecamatan Teluk Elpaputih dan Kecamatan Seram Utara Timur Seti, yang kebanyakan pola pertaniannya kebanyakan lahan yang ada di tanami tanaman yang berumur pendek seperti : Ubi-ubian, dan kacang-kacangan, bahkan pola pertaniannya bercampur antara tanaman berumur pendek dan berumur panjang.
Dengan pola pertanian masyarakat mestinya menganut prinsip 1 lahan tanamanm berumur panjang dan 1 lahan lainnya tanaman berumur pendek. Untuk itu, dalam mendukung agar Maluku Tengah survive pangan di Maluku ada beberapa hal yang bisa menjadi rujukan : 1. Pola menanam tanaman berumur panjang dan berumur pendek, 2. Kebijakan strategis, 3. Ketersedian bibit. Jika ketiga rujukan ini dipahami dan dimengerti maka Maluku Tengah dapat menjadi salah satu daerah di Maluku yang dapat mencukupi ketersediaan pangan bagi wilayahnya dan bahkan menjadi daerah pengekspor.
Transformasi Bantuan
Menuju Maluku survive dengan keadaan krisis pangan, maka pola perilaku dalam pemberian bantuan harus diubah. Dalam kata lain masyarakat harus dikasi “alat pancing untuk menangkap ikan bukan dikasi ikan” sehingga tidak timbul asas ketergantungan. Maksudnya ialah pemerintah bukan memberikan bantuan sembako tetapi memberikan bantuan Alat dan Bibit Pertanian bagi masyarakat. Sehingga lahan tidur yang dimiliki oleh masyarakat dapat dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Sehingga perlu adanya langkah edukasi agar tercapainya tujuan yang dimaksud. Karena, perlu disadari bahwa lahan yang dimiliki oleh masyarakat belum banyak digunakan untuk ditanami tanaman berumur panjang sehingga dapat digunakan sebagai lahan tanaman yang berumur pendek.
Olehnya itu, pemerintah harus dapat membuat kebijakan dengan mempertimbangkan keadaan kedaerahan untuk terlaksananya transformasi pertanian. Maksud dari mempertimbangkan keadaan kedaerahan ialah proses pemberian bantuan diperkotaan dan di pedesaan. Jika semua pola pemberian bantuan di fokuskan hanya pada sembako maka ada potensi pemerintah menimbulkan asas ketergantungan. Makanya, harus di ubah pola pemberian bantuan dengan mempertimbangkan keadaan kedaerahan. Karena kubutuhan di perkotaan berbeda dengan kebutuhan di pedesaan.
Kebijakan yang diambil dalam perubahan itu jika di tinjau dalam aspek manfaat pemberian Alat seperti Cangkul, Parang dll dan Bahan seperti Bibit Sayur-Sayur, bibit Ubi-Ubian jauh lebih bermanfaat bagi masyarakat pedesaan apalagi masyarakat petani. Jika transformasi yang dimaksudkan jalan maka Maluku akan keluar dari bayang-bayang kelangkaan seperti yang sekarang di antisipasi oleh pemerintah.
Itu semua dapat dilakukan bila adanya kebijakan yang berbeda seperti yang penulis tawarkan. Karena dari transformasi yang ditawarkan Maluku juga dapat melaksanakan tujuan dari reforma agraria. Untuk itu, kebijakan pemberian bantuan harus dilihat dari keadaan kedaerahan dan kebutuhan dilapangan. Sehingga Maluku Tengah dapat menjadi daerah yang survive dari bayang-bayang kelangkaan pangan bahkan bisa saja swasembada pangan dan daerah pengekspor pangan.