Oleh: Rifatun Hasanah *
Dalam bebearapa bulan terakhir ini di tahun 2024 telah banyaknya berita perempuan mengalami KDRT. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kasus perceraian karena faktor kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia pada 2023 mencapai 5.174 kasus. Angka itu naik 4,06% dari tahun sebelumnya yang sebesar 4.972 kasus.
Dari adanya kabar KDRT pada salah satu selebgram atau Influencer, Cut Intan Nabila yang menjadi korban kekerasan oleh suaminya, disusul oleh berita dari daerah- daerah lain hingga kabar beberapa hari yang lalu terjadi di Jawa Timur hingga hilangnya nyawa dari sang istri.
Meningkatnya kekerasan perempuan bukanlah hal sepele dengan semakin banyaknya aduan kekerasan ini membuktikan bahwa adanya suami mendominasi istri yang kemudian kembali pada budaya patriarki.
Kekerasan dalam rumah tangga mencakup kekerasan verbal dan fisik kepada istri, hal itu merupakan bentuk intimidasi terhadap hak dan integritas perempuan. Sebagaimna yang tertuang dalam UU RI nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Perjuangan Perempuan untuk Mempertahankan Keutuhan Keluarga
Tak banyak berbicara, perempuan lebih memilih diam untuk menghindari beberapa hal ketika terjadi kekerasan dalam rumah tangga.
Yang pertama, persepsi sosial yang menganggap dengan kondisi keluarga yang berantakan dan perempuan penyandang status janda, dianggap oleh masyarakat hal yang “menjijikkan”. Sehingga perempuan mengurungkan diri untuk tidak speak up dengan kondisi terpuruknya.
Kedua, melihat tumbuh kembang anak ketika tanpa seorang ayah dan keluarga yang utuh. Ketiga, independensi perempuan. Perempuan yang kesulitan perihal material maupun finansial untuk pemenuhan kebutuhan membuat perempuan berputar arah untuk melakukan gerakan menumpaskan kekerasan dalam rumah tangga.
Dari berbagai faktor inilah adanya perjuangan perempuan dalam mempertahankan rumah tangganya meskipun dalam keadaan yang begitu toxic untuk dijalankan.
Jika hal ini terus menerus ada keluarga yang seperti ini, maka dampaknya pada psikis dan mental perempuan itu sendiri. Dikarenakan tak adanya wadah untuk menampung berbagai kondisi yang dialami serta asumsi-asumsi masyarakat yang harus ditepis sendirian demi mendapatkan “validitas” masyarakat menjadi “perempuan baik”.
Sungguh perempuan memiliki posisi cukup sentral, satu sisi harus mampu mengkondisikan setiap situasi dan kondisi dalam keluarga, jika “urusan dapur” nampak oleh rumah tangga yang lain berarti perempuan mendapat gelar tak dapat menyembunyikan aib. Padahal tidak semua dikatakan sebagai aib.
Dengan adanya kekerasan terhadap perempuan bukankah harus dicekam, kemudian serperti terjadinya pada kasus yang masih hangat-hangatnya 2 hari yang lalu yang dirasakan warga Sumenep Madura sehingga nyawa pun ikut melayang, itu karena adanya kekerasan dalam rumah tangga. Ini bukanlah aib, jika tetap disembunyikan akan banyaknya pembunuh terselubung dalam pernikahan.
Panggilan Darurat Pemberdayaan Perempuan (DPPPA)
Dari data yang diungkapkan diatas beserta kejadian-kejadian hangat diperbincangkan dari bulan kemarin berkenaan kekerasan dalam rumah tangga, kini memanggil pemberdayaan perempuan (DPPPA) untuk terus dikawal hingga kekerasan dalam rumah tangga tidak menjadi hal yang dinormalisasikan guna manut terhadap ucapan suami dan untuk menutup “aib” keluarga.
Adanya DPPPA bertugas melaksanakan sebagian urusan pemerintahan di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, sehingga linear untuk mengusung isu keperempuanan ini demi mendapatkan pendampingan secara psikis dan pemahaman agar supaya tidak lagi merambak lebih banyak korban.
DPPPA diharapkan menjadi episentrum baru bagi pembangunan daerah yang inklusif dan berkelanjutan. Dan upaya-upaya bisa maksimal dengan juga adanya kolaborasi tatanan pemerintahan daerah guna menebas predator yang tak berakal.
Juga perlu sesama perempuan mendukung satu dengan yang lain, dengan tidak mendiskriminasi perempuan bersama masalahnya, namun memberikan bentuk dukungan konstruktif.
*) Penulis adalah Aktivis Cendekia Muda Desa (CMD) & Forum Alumni BEM Sampang