Ejatoday.com, Opini – Bagi generasi 90-an, detektif conan mungkin jadis salah satu tontonan wajib tiap hari minggu, termasuk saya.
Saya termasuk orang yang maniak film kartun garapan Gosho Aoyama. Belakangan, kartun ini kemudian diadaptasi menjadi serial film nyata.
Bagi yang belum tahu, Conan ini bukanlah anak biasa. Aslinya, dia seorang remaja yang diracun gegara berani mengungkap kasus-kasus pembunuhan yang tak bisa diungkap polisi jepang.
Conan memiliki pisau analisis yang tajau, sebagaimana tokoh inspirasinya, Sherlok Holmes. Tapi sayangnya, di beberapa film conan saya tak menemukan kesuksesannya mengungkap kasus korupsi, atau kasus kasus pencucian uang.
“Kebenaran” merupakan kata yang sering disampaikan oleh Conan ketika mengungkap kejahatan. Dalam salah satu episode, dia menyebutkan kalimat yang agak aneh menurutku, “Kebenaran tidak penting, yang terpenting adalah bukti.”
Kalimat itu, nampaknya bersayap, tapi sebenanrnya menjadi “ruh” dari setiap episodenya.
Alurnya gini, dalam mengungkap kejahatan, Conan tidak melulu terpaku pada kejadian utamanya, sebut saja dalam kasus pembunuhan pegulat. Dia tidak fokus pada kematian pegulat, tapi dia mengambil langkah kuda dengan melihat “bukti tersembunyi” sangat sederhana yang ada di tangan pembunuh.
Bukti-bukti itu, dia analisis sedemikian rinci, bahkan dengan rumus matematika. Yup, Ulala! Pembunuhynya tertangkap, pelakunya adalah orang terdekat si pegulat.
Lalu bagaimana dengan kasus korupsi?
Jawabannya Tak jelas, masih abu-abu dan bukan tegak lurus sebagaimana slogan capres yang saya temukan di pinggir jalan.
Animasi Conan hanya fokus pada pembunuhan, padahal ada yang lebih sadis, yaitu korupsi, hingga semua orang menyebut pelakunya sebagai tikus berdasi. Kenapa tikus berdasi? Ya karena tak mungkin pelakunya adalah orang rendahan, buruh, atau rakyat jelata, yang tiap hari tahunya hanya soal cangkul dan sawah.
Ambil contoh, kasus-kasus korupsi di Pamekasan, mulai dari kasus pengadaan mobil sigap, kasus pengadaan tandon di musim pandemi covid, dan yang terbaru kasus gebyar batik.
3 kasus yang saya maksud hingga hari ini belum ada kejelasan, maksudnya belum ada tersangkanya.
Bisa jadi kasus ini memang tidak akan ada tersangkanya karena tak ada bukti yang kuat, atau bisa saja buktinya hilang seperti hilangnya CCTV dalam kasus Ferdy Sambo.
Kembali pada pernyataan Conan, bahwa kebenaran itu tidak terlalu penting untuk diperdebatkan, tapi bukti-bukti yang menyertainya, dengan sendirinya akan mengarahkan kepada pelaku.
“Semakin keras pelaku menyangkal, semakin terlihat motif di belakangnya,” cetus Conan.
Soal kasus korupsi, mari kita perangi bersama, kalau ada indikasi laporkan saja, soal itu nanti terbukti atau tidak ya soal lain, cukup kita mengelus dada saja.
Oleh: Hasibuddin (Salah satu Anggota PWI Pamekasan)