Tray Food MBG Membeludak: Harga Melonjak, Pemerintah Diminta Turun Tangan

SEMANGAT: Polri bagikan makan bergizi gratis untuk anak-anak di Poso. (Dok/Instagram @siedokkespolrestabesplg).

YAKUSA.ID Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang bertujuan menyehatkan anak-anak Indonesia kini menghadapi masalah tak terduga.

Tray food, nampan sederhana yang menjadi tulang punggung distribusi makanan di sekolah-sekolah, melonjak tajam dari Rp30ribu per unit menjadi Rp65 ribu, bahkan lebih.

Pasar pun gaduh, dengan spekulasi bahwa “mafia” mungkin terlibat, menimbun stok demi keuntungan cepat.

Data yang beredar menunjukkan angka mencengangkan: jutaan tray food sudah terjual, dengan proyeksi kebutuhan nasional mencapai 90 juta unit. Permintaan yang membeludak ini tak hanya datang dari sekolah, tetapi juga acara-acara resmi.

Fenomena ini memunculkan laporan dari berbagai pelaku bisnis dan pembeli yang merasa terjebak. Mereka khawatir harga yang terus meroket disebabkan oleh adanya praktik manipulasi pasar oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Menurut Romadhon Jasn, Direktur Gagas Nusantara, fenomena ini adalah hasil dari “tes ombak” yang dilakukan pelaku bisnis besar.

“Para pelaku bisnis mencoba membaca arah pasar, namun yang benar-benar paham dinamika pasar hanya bisa tersenyum. Mereka yang terlalu cepat terjun ke pasar dengan harga tinggi sekarang mulai kesulitan menjual stok mereka,” jelasnya.

Ia juga memperingatkan adanya potensi spekulasi harga yang dipicu oleh kelompok tertentu. “Mafia bisa saja terlibat, menimbun stok dengan tujuan meraup keuntungan besar dalam waktu singkat,” ujarnya.

Stabilisasi harga diperkirakan baru akan terjadi pada bulan April mendatang, ketika gelombang besar tray food impor mulai masuk ke Indonesia. Namun, para pedagang yang kini mematok harga di atas Rp60 ribu mulai merasakan tekanan.

“Banyak yang kesulitan jual stok mahal mereka,” kata seorang pedagang yang memilih untuk tidak disebutkan namanya.

Ia mengungkapkan penyesalannya setelah ikut menaikkan harga, namun kini pasar mulai jenuh.

Di balik fenomena ini, tujuan MBG—meningkatkan gizi anak—terancam terganggu. “Kalau harga tray saja mahal, anggaran untuk kualitas makanan bisa tergerus,” keluh Romadhon.

Ia menilai ada pihak-pihak yang memanfaatkan program senilai Rp71 triliun dari APBN 2025 ini sebagai ladang keuntungan pribadi.

“Ini bukan hanya soal harga tray food, tapi soal keadilan untuk anak-anak Indonesia yang seharusnya mendapat makanan bergizi. Kita harus waspada terhadap praktik-praktik yang bisa merusak tujuan mulia ini,” lanjutnya.

Badan Gizi Nasional (BGN), yang mengelola MBG, belum mengeluarkan kebijakan tegas soal harga tray food. Padahal, mereka bisa menetapkan harga acuan—misalnya maksimal Rp60 ribu—dan mengoordinasikan pasokan dari pelaku industri untuk menghindari kekurangan.

“BGN harus bertindak tegas, jangan sampai terlambat,” tegas Romadhon.

Kementerian Perdagangan dan Satgas Pangan juga diminta turun ke lapangan untuk menyelidiki dugaan penimbunan atau monopoli yang mempermainkan harga. Kementerian Perindustrian pun diharapkan mendorong produksi lokal agar ketergantungan pada impor tidak memperburuk masalah ini.

Tanpa kontrol yang tepat, dampaknya bisa fatal. Kualitas makanan anak terabaikan, pedagang kecil kalah saing, dan kepercayaan pada program unggulan Presiden Prabowo Subianto bisa runtuh.

“Pemerintah harus tegas. MBG ini adalah misi sosial, bukan ajang mencari untung,” ujar Romadhon, mengingatkan pentingnya pengawasan ketat dan transparansi anggaran.

Kini, para pedagang menimbang langkah mereka. Mereka yang terlambat membaca arah angin berisiko menanggung stok mahal saat harga jatuh. Publik pun menanti, akankah pemerintah bertindak cepat, atau membiarkan tray food menjadi simbol ambisi yang terdistorsi?

Artikel ini kini menyoroti kekhawatiran tentang praktik mafia dan manipulasi pasar, dengan komentar Romadhon Jasn disesuaikan sebagai laporan dari para pelaku dan pembeli.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *