GPII Meminta Presiden Jokowi Segera Evaluasi Kebijakan Ekspor Pasir Laut

Jakarta, EjaToday.com | Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) dengan tegas meminta pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan ekspor pasir laut yang mulai diberlakukan melalui Permendag 20/2024 dan 21/2024.

Ketua GPII, Rizal Rudiansyah, menyatakan bahwa kebijakan ini membawa risiko besar terhadap ekosistem laut Indonesia dan kehidupan masyarakat pesisir.

Menurut Rizal, meskipun pemerintah berdalih bahwa yang diekspor bukanlah pasir laut melainkan hasil sedimentasi, perbedaan tersebut tetap tidak menutupi dampak destruktif bagi lingkungan.

“Banyak pihak yang masih bingung membedakan antara pasir laut dan sedimen. Walau secara teknis disebut sedimen, pengambilan material ini tetap dapat mengakibatkan erosi pantai, kerusakan habitat laut, dan degradasi terumbu karang,” kata Rizal, Selasa (24/9/2024).

Rizal menyoroti bahwa pemerintah harus mempertimbangkan masukan dari berbagai ahli, termasuk dari sektor lingkungan, untuk menilai apakah manfaat ekonomi dari ekspor pasir laut benar-benar sebanding dengan risiko yang dihadapi.

Ia juga mendukung pandangan dari Partai Gerindra dan PKB yang mengusulkan penundaan kebijakan tersebut sampai ada kajian yang lebih mendalam.

“Pandangan dari para pakar lingkungan, ekonomi, dan ekologi sangat penting untuk menilai dampak kebijakan ini secara komprehensif. Jika dampak negatifnya lebih besar, pemerintah harus mempertimbangkan untuk membatalkan atau menunda kebijakan tersebut,” tegas Rizal.

Ia menambahkan bahwa masyarakat pesisir dan nelayan yang menggantungkan hidupnya dari laut akan menjadi pihak yang paling terdampak oleh kebijakan ini. Sebagaimana disampaikan oleh Susi Pudjiastuti, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, pasir atau sedimen laut sangat penting untuk mempertahankan wilayah pesisir dan mencegah abrasi.

Dampak Sosial dan Ekologis

Rizal menekankan bahwa potensi kerusakan lingkungan ini tidak bisa dianggap sepele. Berdasarkan data dari Walhi dan penelitian lainnya, aktivitas penambangan pasir laut di masa lalu telah merusak habitat laut dan menyebabkan hilangnya daratan di beberapa pulau kecil Indonesia. Nelayan di daerah pesisir kehilangan sumber penghidupan mereka akibat penurunan hasil tangkapan ikan dan rusaknya terumbu karang.

“Dampak jangka panjang dari kebijakan ini bisa sangat merugikan. Kita telah melihat contoh di masa lalu, di mana banyak pulau kecil terancam hilang akibat pertambangan pasir laut. Kondisi ini akan semakin buruk jika kebijakan ini dilanjutkan tanpa pengawasan ketat dan kajian yang tepat,” lanjut Rizal.

Sebagai penutup, GPII berharap Presiden Prabowo Subianto, yang akan memimpin pemerintahan selanjutnya, dapat mengambil langkah bijak untuk meninjau ulang kebijakan ini.

“Kami berharap pemerintah yang baru dapat menempatkan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat pesisir sebagai prioritas utama. Jangan sampai kebijakan ini hanya menguntungkan segelintir pihak, sementara kerugian besar menimpa masyarakat luas dan lingkungan kita,” tutup Rizal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *