OPINI, EjaToday.com – Stres akademik adalah salah satu masalah psikologis yang semakin sering ditemukan di kalangan pelajar dan mahasiswa. Di tengah tuntutan nilai tinggi, tumpukan tugas, serta persaingan yang ketat, tidak sedikit siswa yang mengalami tekanan emosional serius. Hal ini tidak hanya berdampak pada prestasi, tetapi juga pada kesehatan mental dan kualitas hidup mereka.
Berdasarkan keterangan dari pusat infoormasi kriminal nasional (Pusat Pusiknas) Bareskrim Polri, bunuh diri dinyatakan sebagai kasus yang menempati posisi terbanyak keempat di sepanjang 2024. Sementara bunuh diri yang dilakukan usia 17-25 tahun ditemukan sebanyak 75 kasus atau setara 8,8%.
Kasus tiga Siswa dan mahasiswa bunuh diri dengan usia 17-25 tahun dalam satu pekan terakhir melampaui angka rata-rata dari kepolisian. Banyak sebab yang membuat Siswa dan mahasiswa bunuh diri, yaitu tuntutan sosial, ekspektasi keluarga yang tinggi, dan tekanan akademik (Kompasiana.com).
Sayangnya, banyak masyarakat yang masih mengabaikan atau salah memahami stres akademik. Tak jarang siswa yang tertekan dianggap lemah, malas, atau tidak mampu bersaing, padahal stres akademik adalah kondisi nyata yang bisa berdampak serius bila tidak ditangani dengan tepat.
Salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri di Makassar, sebagai salah satu lembaga pendidikan di Kota Makassar, juga tidak terlepas dari permasalahan psikologis yang dialami oleh siswa, salah satunya adalah stres akademik.
Tekanan dari beban tugas, tuntutan nilai, serta persaingan akademik yang ketat dapat menimbulkan tekanan mental dan emosional pada siswa, yang pada akhirnya berdampak pada kesejahteraan dan pencapaian belajar mereka.
Pemahaman yang mendalam mengenai fenomena stres akademik dalam konteks sekolah ini sangat penting untuk merumuskan langkah-langkah penanganan dan pencegahan yang tepat sasaran.
Artikel ini bertujuan untuk membuka mata kita bahwa stres akademik bukanlah tanda kelemahan, melainkan sinyal yang harus dipahami dan ditangani dengan empati serta pendekatan psikologis yang bijak.
Apa Itu Stres Akademik?
Stres akademik adalah tekanan psikologis yang dirasakan siswa akibat tuntutan belajar yang dianggap melebihi kemampuan mereka (Reddy et al., 2018).
Faktor-faktornya meliputi:
Beban tugas yang menumpuk, tekanan untuk mendapatkan nilai tinggi
persaingan dengan teman sebaya.
Ketika tidak ditangani, stres ini dapat berkembang menjadi gangguan kecemasan, depresi, menyerah atau keluar sekolah bahkan keinginan bunuh diri .
Mengapa Stres Akademik Meningkat?
Stres akademik bukan sekadar soal banyaknya tugas. Ini adalah akumulasi dari berbagai tekanan: Kurikulum padat, sering tidak memperhatikan kapasitas belajar siswa.
Orang tua dan guru yang menuntut hasil tinggi tanpa memahami proses belajar.
Budaya kompetitif di sekolah yang memicu perbandingan dan rasa rendah diri.
Kurangnya pendidikan karakter dan manajemen stres di sekolah.
Stres akademik berdampak luas, tidak hanya secara mental tetapi juga fisik dan sosial. Beberapa dampaknya antara lain:
menurunnya motivasi belajar, gangguan tidur dan nafsu makan, penurunan prestasi, ketegangan dalam hubungan sosial, sisiko penggunaan zat adiktif (pelarian).
Siswa yang stres berat cenderung menarik diri, sulit fokus, atau bahkan mengalami gangguan psikosomatik seperti sakit kepala dan nyeri lambung.
Sayangnya, di masyarakat kita, siswa yang mengalami stres sering kali mendapatkan label negatif: “Cengeng”, “Tidak tahan banting”, dan “Kurang berusaha”.
Padahal, seperti halnya penyakit fisik, stres akademik memerlukan perhatian, pemahaman, dan intervensi yang tepat. Stigma ini membuat banyak siswa memilih diam, tidak mencari bantuan, dan akhirnya terperangkap dalam penderitaan yang tersembunyi.
Untuk mengatasi stres akademik, dibutuhkan pendekatan kolaboratif:
Keluarga harus menciptakan suasana rumah yang mendukung, bukan menekan.
Sekolah perlu mengkaji ulang sistem evaluasi dan beban tugas.
Guru BK dan wali kelas harus aktif mengidentifikasi tanda stres pada siswa.
Teman sebaya juga perlu dilatih untuk saling mendukung, bukan bersaing secara tidak sehat.
Stres akademik bisa ditangani. Beberapa langkah yang bisa diambil antara lain:
Edukasi tentang manajemen stres di sekolah, guru menggunakan LMS (Learning Management System) untuk distribusi tugas yang merata, penyediaan konseling rutin oleh guru BK, pengembangan kurikulum yang seimbang antara akademik dan non-akademik,
Pendidikan karakter dan literasi emosional.
Jika intervensi dilakukan sejak dini, siswa dapat tumbuh sebagai pribadi yang tangguh, mampu mengelola tekanan, dan tetap berkembang secara sehat.
Akhir kata, edukasi adalah kunci, empati adalah jalan. Stres akademik bukan hal sepele. Ini adalah masalah nyata yang membutuhkan perhatian serius. Edukasi yang tepat dan lingkungan yang suportif bisa membantu siswa keluar dari tekanan dan bangkit kembali.
Mari kita ubah cara pandang terhadap siswa yang mengalami stres. Mereka tidak butuh kritik, tapi dukungan dan pengertian. Karena sesungguhnya, setiap anak adalah potensi, dan tugas kitalah untuk membantunya tumbuh, bukan menekannya jatuh.
Artikel ini dibuat untuk memenuhi tugas MK Psikologi Pendidikan dosen pengampu Ibu Dr.Farida Febriati, S.S, M.Si dan Ibu Merrisa Monoarfa, S.Pd, M.Pd
Penulis:
M. Irghi Ulil Setiawan Saleh, Nennyi Ashar, Adelia Saputri, Atry Ananda Haris