Wajah Radikal Pendukung Anies

Oleh: Sulaisi Abdurrazaq*

Anies Baswedan dan Mahfudz MD adalah senior saya di HMI. Punya kewajiban menerjemahkan lima kualitas insan cita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tak ada ajaran radikal-ekstrem di HMI. Hari Rabu 15 Rabiul Awal 1366 H/5 Februari 1947 M, HMI berdiri dengan dua tujuan:

Pertama, mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia.

Kedua, menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.

Dua tujuan itu dikenal dengan komitmen ke-Indonesia-an dan keislaman atau komitmen kebangsaan dan keumatan HMI.

Pilpres 2024, Anies menjadi capres berpasangan dengan Cak Imin dan Mahfudz MD cawapres berpasangan dengan Ganjar Pranowo.

Dahulu saya pesimis, Anies tak akan mampu menetralisir citra negatif yang memposisikan dirinya sama dengan kelompok radikal, fundamentalis dan ekstrem.

Namun, Cak Imin sebagai mantan aktivis PMII dan kader NU, ternyata mampu menjadi penawar citra negatif itu.

Anies berhutang pada Cak Imin dan berkewajiban merawat agar citranya tak lagi terasosiasi pada kelompok radikal.

Akhir-akhir ini saya terperangah, memperhatikan video seorang tokoh Kiai pendukung Anies di Pamekasan yang tanpa ragu sedikit pun bersikap radikal, seperti orang mengajak perang, sehingga membuat umat tegang.

Pendukung capres lain terus berusaha menjadikan politik ini riang, tenang dan santai dengan sorak bahagia.

Pendukung Anies di Pamekasan malah sebaliknya. Anies akan datang, tapi umat yang tegang. Politik jadi horor.

Jika Anies memaksakan diri turun, saya yakin situasi memburuk, karena diawali dengan ajakan ekstrem berupa kekerasan dengan perlengkapan senjata.

Apalagi masih ada pendukung Anies yang menyinggung “rokok durno” untuk komoditas isu politik, sehingga potensial bentrok dengan petani-petani tembakau yang untung selama dua tahun terakhir.

Tak mudah bagi penjaga keamanan mengatasi situasi sulit yang demikian. Anies potensial kembali diasosiasikan dengan pendukung yang terbukti radikal-ekstrem.

Coba perhatikan salah satu cuplikan pernyataan tokoh kunci Kiai pendukung Anies di Pamekasan yang videonya sudah cukup viral itu:

Dalam Bahasa Madura:
_________________________

“…deddih, kaulah ka cakancah kabbhi sekitar Beringin, Palengaan, Bujur, Tobintang, Tomarmar kabbhi, Bheruh kakdimmah kabbhi yap seyap. Anies lamon coma detengah dek ka K. Kholil maloloh pagi, toreh kauleh se mimpinah langsung. Kauleh tak entarah kampanye ka Palengaan. Ambe’ di semua arah, ebuwen oreng, jhek beghi masok. Seap’aghi semua perlengkapan persenjataan, ka’anggui menghalangi Anies deteng dek ka K. Kholil Muhammad. Lamon coma ka K. Kholil Muhammad Nungsari maloloh settong. Tengka, soalah se ngunjheng kita, benni K. Kholil Muhammad. Ghun ngampong kakrowah…takok teppak ka orengah Prabowo…”

Arti dalam Bahasa Indonesia:
_____________________________

“…jadi, untuk teman-teman semua sekitar Beringin, Palengaan, Bujur, Batubintang, Batumarmar semua, Waru dimanapun semua siap-siap. Anies kalau hanya mau datang ke K. Kholil pagi, ayo saya yang akan pimpin langsung. Saya tidak mau kampanye ke Palengaan. Tunggu di semua arah, ribuan orang, jangan beri (akses) masuk. Siapkan semua perlengkapan persenjataan, untuk menghalangi Anies datang ke K. Kholil Muhammad. Kalau hanya ke K. Kholil Muhammad saja satu. Tatakrama, soalnya yang ngundang kita, bukan K. Kholil Muhammad. Hanya numpang itu…takut orangnya Prabowo itu…”.

Pada video dengan durasi 03:40 detik itu bisa diperhatikan menit ke 02:14-02:19. Betapa berbahayanya politik kekerasan yang potensial menghasut umat untuk bentrok antar sesama anak bangsa. Ditambah lagi menyenggol pendukung Prabowo.

Menghalalkan kekerasan dalam politik dan memulai ajakan kekerasan dengan kalimat Allah, cukup untuk membuktikan bahwa Anies Baswedan mendukung/didukung kelompok radikalis-ekstrem. Citra buruk potensial kambuh.

Apakah tidak bisa kita akhiri sikap-sikap ekstrem-radikal yang potensial menstimulasi ketegangan di tengah-tengah umat?.

Tak bisakah kita perbaiki perilaku radikal-buruk yang beresiko menjadikan “wajah agama” semakin menakutkan karena ulah oknum yang katanya tokoh agama?.

Inilah salah satu alasan, mengapa saya memilih pijakan kaki di posisi yang moderat. Tidak pada posisi ekstrem kanan, atau ekstrem kiri. Tidak di posisi kampret maupun cebong.

Saya berharap kita bisa mengubur masa lalu yang kelam dan membuka lembaran baru: Prabowo – Gibran (*).

*) Penulis merupakan Ketua Umum HMI Cabang Pamekasan Periode 2008-2009).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *