Peran Literasi Digital Dalam Kampanye Pilkada Serentak Tahun 2024

 

Oleh : Rusman Dani Rumaen*)

Di era digital, kampanye pilkada maupun kampanye politik patronase menggunakan media sosial menjadi tren masa kini. Media sosial sebagai platform komunikasi modern menciptakan tantangan dan peluang baru tidak saja bagi pelaku politik, termasuk masyarakat, pemuda dan akademisi.

Kampanye pemilihan umum menggunakan media sosial merupakan salah satu metode yang telah diatur KPU dalam PKPU 15 tahun 2023 tentang kampanye pemilihan umum.

Berkaitan dengan pengawasan kampanye pemilihan umum dengan menggunakan media sosial juga telah diatur BAWASLU dalam PERBAWASLU 11 tahun 2023 tentang pengawasan kampanye pemilihan umum.

Meskipun perubahan ini telah diakui kalangan pemuda cendekia, dan akademisi, namun implikasinya belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat awam dan generasi muda.

Dalam Roadmap Literasi Digital 2021-2024 yang disusun Kominfo yang dikutip dari (infopubli.id, 2024), ada empat pilar literasi yang penting untuk mengenalkan dan memberikan pemahaman mengenai perangkat teknologi informasi dan komunikasi, yaitu digital skill, digital culture, digital ethics, dan digital safety,” yang dituntut untuk setiap individu cerdas dalam bermedia sosial.

Pertama, Digital skill, berkaitan dengan kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras, perangkat lunak serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, digital culture merupakan bentuk aktivitas masyarakat di ruang digital dengan tetap memiliki wawasan kebangsaan, nilai-nilai Pancasila, dan kebhinekaan.

Ketiga, digital ethics adalah kemampuan menyadari mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.

Keempat, digital safety, adalah sebagai kemampuan masyarakat untuk mengenali, menerapkan, meningkatkan kesadaran perlindungan data pribadi dan keamanan digital.

Berkaitan dengan masuknya tahapan penyelenggaraaan pilkada, kampanye bakal calon kepala daerah atau wakil kepala daerah dalam kontestasi pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati telah dilakukan oleh tim, pendukung maupun simpatisan.

Kampanye itu berupa video, poster, iklan bahkan narasi politik paslon yang dikampanyekan di berbagai platform media sosial Youtube, Facebook, WhatsApp, Instagram, Twitter, Tik-tok, dan media cetak/ online yang digunakan oleh pendukung atau simpatisan dan pelaku politik untuk memberikan informasi kepada masyarakat yang berkaitan dengan background diri dalam kontestasi pada pilkada serentak tahun 2024.

Meski demikian sifat media sosial tidak terlembagakan, sering kali media sosial ini dipakai untuk menyebarkan berita hoaks, kampanye politik yang terkadang bias dan saling menjatuhkan. Keadaan ini yang mestinya dihindari oleh siapapun yang mengampanyekan narasi politik, untuk mengindari miskomunikasi dan misinformasi dalam demokrasi.

Terlepas dari penggunaan media sosial kearah yang salah, media sosial juga dapat memberikan manfaat yang signifikan terhadap sumbangsi kampanye partisipasi pemilih.

Menurut Aswar Hasan (2023) dalam buku “Demokrasi dan Masa Depan Kedaulatan Indonesia” yang dikutip dari We are social tahun 2023, sebanyak 167 juta atau 60,4% dari total populasi penduduk, dengan alokasi setiap hari berselancar di internet sekitar 7 jam 42 menit dengan rata-rata 3 jam 18 menit menghabiskan waktunya di media sosial melalui perangkat apapun.

Meski demikian, besarnya persentase pengguna internet di Indonesia ternyata tidak diimbangi dengan perilaku dan pemahaman terkait penggunaan internet berbasis media sosial secara bijak.

Dikutip dari Paramitha dkk., (2023), berdasarkan  pada  laporan Digital  Civility  Index (DCI)  yang  diterbitkan  oleh  Microsoft pada  tahun  2020 terkait survei politeness  level global  internet  user menempatkan  indonesia pada  posisi  29  dari  32  negara, tingkat  kesopanan  masyarakat  indonesia  sangat rendah.

Dengan adanya data ini, kampanye partisipatif pemilih dengan menggunakan media sosial memiliki manfaat yang signifikan, walaupun dilain sisi memiliki dampak buruk yang berefek dari penggunaan media sosial dengan tidak bijak.

Sejalan dengan itu, penggunaan media sosial dan media massa lainnya berperan sebagai sumber informasi politik, literasi politik, dan meningkatkan partisipasi politik (Novianasari & Samsuri, 2016). Sehingga, pengguna media sosial harus memiliki minimal dua kemampuan dalam literasi digital.

Pertama, Digital skill atau memiliki kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras, perangkat lunak serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari,

Kedua, digital ethics atau kemampuan menyadari mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari yang kaitanya dengan penggunaan media sosial sebagai sarana kampanye peserta pilkada dalam pilkada tahun 2024.

*) Penulis merupakan Akademisi dan Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat STKIP Gotong Royong Masohi, Wakil Ketua Bidang Penelitian, Publikasi dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan MPW Pemuda ICMI Maluku, dan Ketua Koordinator Lembaga Pemantau Pemilu BKPRMI Kabupaten Maluku Tengah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *