Ejatoday.com, Opini – Berprofesi sebagai wartawan di zaman sekarang cukup rumit. Banyak orang menyamaratan profesi wartawan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat. Padahal keduanya sangat jelas berbeda.
Tapi fakta berkata lain, masyarakat awam masih menilai LSM sama dengan wartawan. Sebagai salah satu jurnalis, saya pernah mendapatkan pertanyan seputar LSM dan Wartawan.
“Pekerjaanmu apa,”
“Wartawan”
“Oh LSM,”
Begitu kira-kira kalimat dari tetangga, teman dan beberapa orang awam yang kenal dengan saya. Saya harus menjelaskan pada mereka bahwa keduanya berbeda. Wartawan itu profesi sedang LSM bukan. Wartawan itu diatur kode etik jurnalistik, sedang LSM tidak.
Kalimat tentu saya lontarkan bukan justru ingin memberikan stigma buruk pada LSM, sebab beberapa LSM sayang kenal justru memiliki tugas penting dalam mengawal laju demokrasi. Tapi tentu menyamakan wartawan dengan LSM juga tidak boleh, dan masyarakat awam perlu tahu soal itu.
Seseorang yang menjadi anggota/aktivis LSM dan anggota organisasi massa merupakan hak asasi dan hak konstitusionalnya, termasuk wartawan. Karena itu tidak ada larangan menjadi anggota LSM atau organisasi massa tertentu.
Meskipun demikian, demi menjaga independensi dan menghindari terjadinya konflik kepentingan sebagai wartawan profesional, apabila ada peristiwa yang menyangkut kepentingan LSM yang dipimpin/diikuti wartawan tersebut wajib tidak melakukan kerja jurnalistik terkait subjek/objek LSM atau organisasi massa tersebut.
Lebih baik lagi apabila wartawan tersebut mengundurkan diri dari keanggotaan/aktivitas LSM atau organisasi kemasyarakatan tertentu demi menjaga kemurnian pers profesional.
Dalam hubungan ini, Dewan Pers mengingatkan:
- Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan “Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik”
- Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia”.
- Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik berbunyi “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk”. Penafsiran: Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers”.
- Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik berbunyi: “Wartawan Indonesia menempuh caracara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik”. Cara–cara profesional antara lain menunjukan identitas diri kepada narasumber.
Mengingat serangkaian tugas yang diemban, seorang wartawan profesional akan tersita waktunya untuk menjalankan tugas profesionalnya itu. Dengan demikian, seorang wartawan profesional akan fokus pada tugas-tugas yang diembannya.
Empat poin penting ini merupakan seruan Dewan Pers pada bernomor 02/S-DP/XI/2023 Tentang Perangkapan Profesi Wartawan dan Keanggotaan LSM, yang dikeluarkan pada 20 November 2023.
Perbedaan Keduanya
Seruan dewan pers ini sudah tentu jelas, LSM – LSM, Wartawan Ya Wartawan. Nah, disinilah letak perbedaannya. Seperti pengertian Wartawan, Pewarta, Pers atau Jurnalis adalah orang yang melakukan pekerjaan Kewartawanan dalam tugas – tugas Jurnalistiknya secara rutin. Selain itu, Wartawan juga dapat dikatakan sebagai orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita, baik media cetak, media elektronik, maupun media online.
LSM adalah Lembaga Swadaya Masyarakat, sebuah organisasi bentukan perorangan atau sekelompok orang secara sukarela. Apa tujuannya? Untuk memberikan layanan kepada masyarakat umum tanpa berorientasi pada keuntungan.
Menurut Budi Setiyono, LSM adalah lembaga yang memiliki fungsi penting dalam pemerintahan dan kehidupan politik. Perannya sangat signifikan dalam proses demokrasi. Perbedaan LSM dan Ormas adalah pada substansinya. Ormas berbasis massa, baik di bawah partai politik maupun independen. Sedangkan LSM berbasis pada kegiatan yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat.
Meski berbeda, keduanya sama sama memiliki tujuan baik. Kalaulah ada dari salah satu keduanya yang justru melakukan tindakan melanggar undang-undang seperti pemerasan, atau semacamnya tentu dia adalah oknum. Sebab pada dasarnya keduanya memiliki tujuan yang baik.
Di daerah tentu masih banyak LSM dan Wartawan yang tetap pada tugasnya menyampaikan kritik pada pemerintah, melakukan kegiatan yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat dan pekerjaan mulia lainnya.
Tapi demikianlah realita, sekarang banyak oknum yang mempergunakan profesi wartawan dan pekerjaan sebagai LSM justru untuk melakukan pemerasan, memperoleh keuntungan dengan cara melanggar undang-undang dan cara-cara salah lainnya. Yang seperti ini perlu dilawan!
Satu hal yang perlu saya garis bawahi adalah, Wartawan ya Wartawan, LSM ya LSM, keduanya beda, jangan disamakan!
Oleh: Hasibuddin (Anggota PWI Pamekasan)