EjaToday.com – Ketua Jaringan Aktivis Nusantara (JAN) Romadhon Jasn melontarkan pujian kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Dia menegaskan bahwa sikap Kapolri yang meminta maaf atas insiden dugaan pemukulan wartawan oleh ajudannya di Semarang adalah cerminan keberanian moral yang langka dan bentuk kebesaran jiwa.
Bagi Romadhon, permintaan maaf Kapolri bukan sekadar gestur simbolis. Ini adalah deklarasi bahwa Polri, di bawah komando Listyo, tidak lagi tersentuh kritik. “Ada nyali di situ,” kata Ketua JAN dalam rilis resminya di Jakarta, Senin (7/4/2025).
JAN melihat insiden di Stasiun Tawang, Semarang, pada 5 April 2025, sebagai ujian integritas. Alih-alih bersembunyi di balik jubah jabatan, Kapolri Listyo memilih menghadapi badai dengan kepala tegak.
“Ini bukan soal wartawan dipukul, tapi soal keberanian mengakui salah,” tegas Romadhon.
Dalam dunia yang penuh manipulasi narasi, pengakuan kesalahan adalah senjata paling tajam melawan ketidakpercayaan publik.
Lebih jauh, Romadhon memuji komitmen Kapolri untuk menelusuri kasus ini secara transparan. Janji tindakan tegas terhadap pelaku—entah ajudan atau bagian tim pengamanan—dilihat sebagai sinyal bahwa Polri tak lagi jadi kastil feodal yang melindungi anak buah secara membabi buta.
Sikap Kapolri Listyo, menurut JAN, juga menunjukkan kecerdasan politik yang tak biasa. Dengan merangkul media sebagai mitra, ia membuktikan bahwa Polri bisa belajar dari kesalahan. “Media bukan musuh, tapi cermin,” ungkap Romadhon.
Dalam pandangan ini, Kapolri tak sekadar menyelamatkan muka, melainkan membangun jembatan dialog yang selama ini runtuh akibat sikap defensif berlebihan.
Apresiasi ini bukan tanpa alasan. Di tengah sorotan tajam terhadap Polri—dari kasus Kanjuruhan hingga dugaan setoran ilegal—Kapolri Listyo tampil sebagai figur yang berani sebagai tauladan kepemimpinan.
“Dia tidak lari dari tanggung jawab, itu langka. Sikap ini mengingatkan kita bahwa kekuasaan sejati bukanlah soal menindas, tetapi soal mengakui kemanusiaan,” imbuhnya.
JAN menilai langkah Kapolri ini bisa jadi titik balik. Jika investigasi berjalan jujur dan pelaku dihukum, kepercayaan publik yang retak perlahan bisa dipulihkan. “Ini soal keadilan, bukan kosmetik,” tegas Romadhon.
Menurutnya, Polri, punya kesempatan emas untuk membuktikan bahwa hukum tak pandang seragam.
Bagi para aktivis, sikap Kapolri adalah angin segar di tengah stagnasi reformasi. Romadhon bahkan menyebutnya sebagai “revolusi kecil” dalam tubuh Polri—sebuah pernyataan berani yang menggugat status quo.
“Jika ini konsisten, kita punya harapan,” ujar Romadhon penuh optimisme.
Pada akhirnya, apresiasi aktivis kepada Kapolri Listyo Sigit Prabowo adalah seruan agar langkah ini bukan sekadar intermezzo.
“Kapolri sudah buka pintu, sekarang jangan ditutup lagi. Di tangan Listyo, Polri bisa jadi institusi yang disegani, dan itu menjadi kemenangan sejati,” tandasnya. (EjaToday.com/*)