Daerah  

Formateur HMI Cabang Malang Respon Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024

Formateur Ketua Umum HMI Cabang Malang Periode 2024/2025

Malang, EjaToday.com – Presiden Jokowi resmi menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pada 26 Juli 2024

Aturan tersebut mengatur tentang pelaksanaan teknis kesehatan yang mengandung 1127 pasal yang tertuang dalam peraturan pemerintah.

Mirdan Idham selaku Formateur Ketua Umum HMI Cabang Malang merespon beberapa Pasal dalam UU tersebut yang baginya tidak sesuai dengan nalar akal sehat dan menyimpang dari cerminan bangsa kita sebagai bangsa yang bermoral.

“Kami melihat dalam pasal-pasal tersebut terdapat beberapa yang sangat kontroversi bahkan terbilang cukup menggelikan untuk dipahami” ungkapnya

Peraturan tersebut diantaranya adalah :

1. Pada pasal 103 ayat 4 tentang penyediaan alat kontrasepsi untuk kalangan remaja dan usia sekolah. Hal ini kami nilai sebagai upaya sarkas pemerintah seakan mencoba melegalkan seks bebas bagi remaja dan anak usia sekolah asalkan menggunakan alat kontrasepsi. Terlepas dari penerjemahan teknis yang disampaikan oleh pemerintah, kami menilai hal ini sangat menunjukkan bahwa degradasi moral sedang ditunjukan oleh negara dengan sistematika yang terstruktur. Negara seharusnya cukup untuk mendistribusikan keadilan, tidak perlu sampai mengurusi cara orang melakukan hubungan seksual.

2. Tidak hanya itu, pada pasal 116 juga tidak kalah kontroversinya. Bagaimana tidak, dalam pasal tersebut menerangkan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh perempuan hamil dengan syarat kedaruratan medis atau tindak pidana pemerkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan bagi korban. Artinya bahwa perempuan yang hamil dikarenakan kasus pemerkosaan maka boleh melakukan aborsi. Perlu kita ketahui bersama bahwa aborsi adalah proses penghilangan nyawa yang dilakukan dengan sengaja dan atau terencana. Kami menilai bahwa peraturan ini sangat tidak masuk dalam akal sehat kerna sekan pemerintah hadir untuk memfasilitasi pembunuhan berencana yang seharusnya dalam kasus demikian, pemerintah melakukan upaya pendampingan terhadap psikologi korban agar tidak terjadi hal demikian, bukan malah memberikan payung hukum untuk membolehkan korban bertindak keji dalam hal ini melakukan aborsi.

3. Pasal selanjutnya yang juga kontroversi adalah pasal 101 yang menghapus praktek sunat bagi perempuan. Dalam hal ini kami sependapat dengan argumentasi yang di sampaikan oleh Cholil Nafis ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah yang mengatakan bahwa ketika praktek dilapangan dinilai sebagai bentuk kekerasan terhadap anak perempuan, maka yang dilarang adalah prakteknya, bukan syariat tentang khitan atau sunat bagi perempuan. Kita tahu bersama bahwa istilah khitan atau sunat adalah istilah yang di ambil dari etimologi Islam, maka sudah tentu maknanya juga harus sesuai dengan dasar hukum Islam. Dalam hal sunat atau khitan, Islam menyunahkan dengan beberapa syarat di antaranya adalah tidak boleh melukai atau merusak alat kelamin. Maka sunat merupakan syariat Islam sehingga ketika kita melarangnya, secara tidak langsung kita melarang syariat Islam dan ini bertentangan dengan UU yang mengatur tentang kebebasan beragama dan kebebasan dalam menjalankan syariat agama.

“Dengan beberapa pasal yang kami nilai sangat kontroversi di atas, maka saya atas nama Formateur Ketua Umum dan atas nama organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Malang menolak keras Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 tersebut, dan kami melihat ini sebagai indikasi bahwa pemerintah kita dalam mengurus negara sudah tidak lagi menggunakan dasar moral untuk menetapkan peraturan yang berkaitan dengan keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara” Tegasnya (EjaToday.com/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *