Malang, EjaToday.com – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Malang Bidang Hukum dan HAM memberikan catatan 100 hari kerja pemerintahan Prabowo-Gibran.
Tidak adanya prioritas yang benar-benar menjadi kiblat untuk menganalisa bagaimana 100 hari kerja Prabowo-Gibran namun 100 hari kerja pemerintahan akan menjadi masa krusial sebagai tolok ukur dalam arah kebijakan pemerintahan dalam lima tahun ke depan.
100 hari kinerja Prabowo-Gibran terhitung sejak di lantik pada minggu 20 Oktober 2024 dan genap 100 hari kerja pada 25 januari 2025.
Dalam 100 hari kerja pemerintahan Prabowo-Gibran Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Malang Bidang Hukum dan Ham melakukan evaluasi lewat pernyataan, kebijakan maupun peristiwa yang terjadi selama 100 hari kerja Prabowo-Gibran.
Maka Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Malang Bidang Hukum dan HAM memiliki catatan 100 hari kerja Prabowo-Gibran sebagai berikut :
Pertama, PSN vs Lingkungan
Presiden Prabowo menargetkan investasi Indonesia Rp 13.000 Triliun dalam periode pertama pemerintahan dan menargetkan pada tahun 2025 sebesar Rp1.905 triliun dengan harapan yang sama bahwa akan menyerap tenaga kerja dan akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pada tahun 2029.
Sementara ketergantungan peningkatan produk domestik bruto (PDB) sebesar 24 persen masih menjadi tertinggi kedua setelah konsumsi dalam negeri di angka 53-54 persen akan melemah dengan berlakunya PPN 12 persen di mana efeknya akan sampai pada daya beli masyarakat.
Kemudian, dalam perjalanan kunjungan negara, presiden Prabowo mendapatkan investasi dari China sebesar 157 triliun dan Inggris sebesar 135,3 triliun. Namun sayangnya, ekonomi biru salah satu poin dalam MoU kesepakatan yang dilakukan antara Indonesia dan Tiongkok sangat di sayangkan poin tersebut bisa masuk ke dalam MoU. Sebab ekonomi biru bukan sebagai solusi dalam tata kelola laut.
Ekonomi biru yang dikembangkan dan memberikan potensi masyarakat adat yang hak-haknya akan dirampas dalam pemanfaatan ruang laut di Indonesia, teori yang dikembangkan oleh Hugo de Groot alias Hugo Grotius seorang ahli hukum Belanda dipadukan dengan pasar modern sesungguhnya akan memberikan legalitas eksploitasi laut secara berlebihan.
Argumentasi Prabowo pada kesempatan pidatonya di Indonesia-China forum bisnis 2024, secara tegas akan membuka keran investasi. Kami menilai ini adalah petaka sebab dengan laju pertumbuhan ekonomi stagnan di 5% di zaman Presiden Jokowi telah memberikan izin konsesi lahan sebesar 11,7 juta hektare di mana izin konsesi lahan terbesar yaitu izin usaha pertambangan (IUP) sebesar 5,75 hektar.
Dalam kurun 2015 – 2023 terjadi 2.939 letusan konflik dan mengakibatkan 3.503 korban kekerasan dan kriminalisasi di berbagai wilayah konflik agraria di mana kerjasama antara Indonesia dan Tiongkok cukup masif dalam sektor pertambangan investasi pertambangan bukan menjadi sektor penyumbang penyerapan tenaga kerja namun sebaliknya penyumbang kerusakan ekologi yang tidak berkeadilan dan kecelakaan kerja cukup tinggi di mana tercatat pada tahun 2013-2023 total ada 881 kecelakaan kerja di area pertambangan dan 9,11 juta luas tambang batubara nasional yang berhasil merusak alam Indonesia.
Presiden Prabowo dalam 100 hari kerja ini tidak sama sekali bepihak terhadap ekologi ini di buktikan dengan penambahan anggaran untuk sektor ketahanan pangan pada tahun 2025 ditambah dari Rp 139,4 triliun menjadi Rp 144 triliun, bisa kita lihat dari perbandingan pertumbuhan ekonomi stagnan 5% dan di harapkan menjadi 8% di era pemerintahan Prabowo-Gibran maka sudah bisa di pastikan bahwa akan ada lebih banyak konflik yang meletus di bebagai pelosok negeri, yang menderita tentunya masyarakat adat yang tidak sama sekali di lindung Hak hidup lewat peraturan perundang-undangan, perpindahan lokasi food estate semula yang berada di Kalimantan dengan luas konsesi 3 juta hektar akan pindah ke Merauke dengan total konsesi lebih dari 2 juta hektar dengan diterbitkannya Permenko No 8 Tahun 2023 Tentang Perubahan Keempat atas Permenko No 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) pada November 2023, yang menambahkan daftar PSN di Papua yakni Kawasan Pengembangan Pangan dan Energi Merauke di Provinsi Papua Selatan, proyek yang semula gagal di Kalimantan ini akan membabat habis ekosistem yang ada di kabupaten Merauke Provinsi Papua Selatan terjadi penolakan oleh masyarakat adat, langkah pendekatan militer yang di ambil akan mengakibatkan konflik berkepanjangan antara masyarakat adat dan militer.
Kedua, Penegakan HAM Semakin Suram
Masa depan penegakan hak asasi manusia di Indonesia makin suram, mengingat Prabowo salah satu pelaku pelanggar HAM maka jangan berharap bahwa penuntasan pelanggaran HAM masa lalu bisa tuntas di kemimpinan Prabowo-Gibran, Presiden Prabowo atau Mayjen TNI Prabowo Subianto Selaku Danjen Kopassus pada waktu itu (Desember 1995 hingga 20 Maret 1998) bertanggungjawab atau setidak-tidaknya patut mengetahui terjadinya peristiwa penghilangan orang secara paksa terhadap setidak-tidaknya yang dilakukan oleh Tim Mawar.
Adapun keterlibatan dari yang bersangkutan baik secara langsung maupun tidak langsung antara lain dalam bentuk pemberian perintah kepada pelaksana operasi yang kemudian membentuk Tim Mawar atau setidak-tidaknya mengetahui dan membiarkan terjadinya tindakan penculikan dan penahanan di Poskotis Cijantung yang dilakukan oleh pasukan yang berada dibawah kendali yang efektif dari yang bersangkutan.
Selanjutnya, melalui surat KOMNAS HAM tertanggal 21 November 2006 menyerahkan berkas penyelidikan ke Kejaksaan Agung dan merekomendasikan kepada Kejaksaan Agung untuk melakukan penyidikan, bebagai elemen masyarakat yang terus meyuarkan dan mepertanyakan kasus, pelanggaran HAM di Indonesia memiliki jalan buntu atas harapan yang mereka simpan puluhan tahun yang lalu. Bapak, ibu dan seluruh elemen masyrakat sipil yang selalu bersuara bagaiaman korban penculikan dan penghilangan bisa terselesaikan dan meminta negara bertanggung jawab atas peristiwa pelanggaran HAM masa lalu tersebut memiliki jalan buntu selama lima tahun ke depan.
Kemudian tragedi Kanjurahan yang tidak menemukan keadilan yang meyeluruh untuk keluarga korban, tragedi yang terjadi pada 1 oktober 2022, mengakibatkan 714 korban termasuk 131 orang meninggal vonis terhadap terdakwa yang jauh dari kata adil dan renovasi stadion kanjuruhan yang di mana dilihat sebagai pengghilangan tempat kejadian perkara, masih menyimpan tanda tanya yang besar, pemerintahan Prabowo-Gibran tidak serius dalam menuntaskan tragedi Kanjuruhan di mana sidang restitusi dari 72 keluarga korban jauh dari tuntutan. Faktor yang kemudian menambah kepecayaan kami bahwa Presiden Prabowo Gibran tidak serius dalam menuntaskan tragedi kanjuruhan Prabowo diam seribu bahasa atas putusan sidang restitusi tragedi kanjuruhan, berbanding terbalik dengan kasus lainnya kami menilai Presiden Prabowo tebang pilih dalam menegakkan keadilan.
Ketiga, Kabinet Gemuk
Penambahan Post Kementerian Baru beserta dengan adanya Wakil Menteri yang semakin banyak merupakan bagian dari “barter” politik saat Prabowo-Gibran dilantik sebagai kepala dan wakil kepala negara dan pemerintahan. Komposisi kabinet yang sangat gemuk ini merupakan bagian dari pemborosan anggaran negara yang dilakukan oleh rezim Pemerintahan Prabowo-Gibran. Dengan 48 menteri, lima kepala lembaga, dan 56 wakil menteri, jumlah ini tergolong besar jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini menimbulkan pertanyaan kritis mengenai efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan negara, terutama dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan publik.
APBN 2025 yang telah disahkan sebesar 3.621,3 triliun rupiah di harapkan dapat di manfaatkan untuk benar-benar kepentingan masyrakat. Namun, karena adanya Post Kementrian beserta wakil menteri yang luar biasa banyak. Maka, APBN 2025 ini Belanja Kementrian dan/atau Lembaga mengalami peningkatan sebanyak 6.3%. Artinya adalah terdapat 1.160,1 Triliun yang dialokasikan APBN 2025 untuk Belanja Kementrian dan/atau Lembaga. Hal tersebut merupakan akibat dari adanya penambahan Post Kementrian dan/atau Lembaga negara di Pemerintahan Prabowo-Gibran. Pun juga, adanya penambahan kementerian baru telah menambah beban biaya negara sebesar 342 Miliar di tahun 2025 atau sekitar 31% total belanja pemerintah pusat.
Padahal jika memperhatikan kajian akademik yang dilakukan oleh Konfrensi Nasional Hukum Tata Negara Ke-6 (KNHTN) telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah bahwasanya jumlah ideal kementerian di Indonesia adalah tidak lebih dari 21 Kementerian. Bahkan dalam konfrensi tersebut, telah memberikan saran untuk menghapuskan jabatan menteri koordinasi yang dinilai tidak efektif. Jumlah 21 Kementerian tersebut adalah tidak lain setelah membandingkan postur ideal kabinet dari negara lain yang menganut sistem presidensial.
Jika melihat fakta di lapangan pada dewasa ini, ternyata adanya banyak kementerian membuat beberapa menteri kesulitan untuk bekerja bahkan dalam beberapa momen justru menteri atau wakil menteri yang diangkat oleh Prabowo menunjukkan arogansi kepada masyrakat. Misalnya dari kasus Gus Miftah hingga yang terbaru adanya pengawal RI-36 di Jalanan Jakarta yang ugal-ugalan dalam proses pengawalannya. Melalui 100 Hari Kerja Prabowo-Gibran ini Center of Economic and Law Studies (Celios), merilis hasil survei bertajuk “Evaluasi Kinerja Kabinet Prabowo-Gibran”. Evaluasi Celios memisahkan penilaian untuk Prabowo dan Gibran. Seturut survei tersebut, dengan skala penilaian 1-10, Prabowo mendapatkan nilai kinerja 5. Dengan nilai tersebut, maka penambahan kementerian memang tidak cukup banyak memberikan perubahan yang signifikan, justru beban permasalahan bertambah dengan sikap dan perilaku pejabat yang ada di kementerian. Seharusnya Prabowo melakukan evaluasi dengan segera tanpa menunggu viral dari masyarakat.
Kempat, Bobroknya Aparatur Penegak Hukum
Persoalan penegakan hukum menjadi isu yang sentral disetiap rezim tak terkecuali pada pemerintahan Prabowo-Gibran ini. Pada dewasa ini, penegakan hukum di Indonesia mengalami permasalahan yang cukup kritis. Hal ini disebabkan oleh adanya penangkapan tiga hakim di lingkungan Mahkamah Agung, ini menyebabkan tercorengnya penegakan hukum di Indonesia. Padahal penegakan hukum merupakan salah satu pilar yang sangat penting dalam mewujudkan Indonesia menjadi negara sejahterah. Permasalahan tentang aparatur penegak hukum ini bukan hanya terjadi pada lingkungan peradilan saja, melainkan juga terjadi di lingkungan kepolisian.
Anggapan “No Viral No Justice” merupakan istilah yang saat ini populer di tengah masyrakat yang disebabkan oleh kinerja kepolisian sebagai aparat penegak hukum yang baru bekerja pada saat kasus tersebut viral. Kelambanan kepolisian dalam penegakan hukum menyebabkan sentimen negatif oleh masyarakat terhadap kepolisian. Bahkan akibat dari kelambanan kepolisian tersebut di awal tahun 2025 sampai menyebabkan salah satu masyarakat meninggal dunia. Selain itu, Pertengahan Desember 2024, khalayak ramai dihebohkan dengan ulah 18 oknum polisi yang memeras para penonton konser Djakarta Warehouse Project (DWP). Mereka menargetkan warga negara asing (WNA) seperti penonton dari Malaysia, bahkan juga warga negara Indonesia (WNI).
Selain itu, citra institusi kepolisian semakin diperburuk oleh tewasnya siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 4 Semarang ditangan polisi. Banyaknya kasus yang melibatkan internal kepolisian menyebabkan publik semakin tidak percaya kepada institusi tersebut. Bahkan, melalui ulasan tempo, Kinerja Polri sepanjang 2024 didominasi sentimen negatif di media sosial. Dari 7.128.944 interaksi yang tercatat, sebanyak 46 persen atau 3.311.485 interaksi bernada negatif.
Selanjutnya, pada rezim Pemerintahan Prabowo-Gibran yang telah mencapai 100 hari kerja ternyata masih belum bisa mengentaskan permasalahan penegakan hukum yang ada di Indonesia. Ketidak seriusan Prabowo dalam menangani permasalahan pengekan hukum tersebut dapat dinilai pada saat Prabowo sebagai presiden memiliki inisiatif untuk memaafkan koruptor dengan catatan asal koruptor tersebut bertobat dan mengembalikan kerugian yang diderita negara. Atas ucapan Prabowo tersebut, Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md menanggapi ucapan Prabowo yakni menurut hukum yang berlaku sekarang, itu tidak boleh (koruptor dimaafkan) karena bertentangan dengan Pasal 55 KUHP.
Melalui hal tersebut, maka lemahnya penegakan hukum ini memang sudah terjadi dalam tataran struktural. Padahal hukum dapat berjalan secara sempurna apabila tiga unsur hukum berfungsi sebagaimana mestinya. Unsur pertama adalah berkaitan dengan Legal Subtansi mengungkapkan bahwasanya hukum dapat berjalan dengan baik apabila aturan yang mengatur masyrakat sesuai dengan cita keadilan dan nilai masyarakat. Unsur kedua adalah berkaitan dengan Legal Structur berbicara tentang kemampuan hukum untuk menjadi panglima dalam setiap permasalahan adalah ditentukan oleh keseriusan lembaga penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan) dalam menerapkan aturan serta di dukung oleh lembaga negara seperti eksekutif dan legislatif yang tidak mengintervensi penegakan hukum itu sendiri. Unsur Ketiga, Legal Cultur adalah budaya masyarakat tentang ketaan akan hukum.
Dengan uraian teori yang dipopulerkan oleh Lawrance M. Friedman ini, maka dapat disimpulkan bahwasanya penegakan hukum di Indonesia masih jauh dari kata sempurna dan tentunya selama 100 Hari Kerja Prabowo-Gibran masih belum serius dalam pembenahan struktur penegak hukum. Mulai dari tertangkapnya Hakim dilingkungan Mahkamah Agung, banyaknya sentimen negatif lembaga kepolisian bahkan adanya tagar “no viral no justice” adalah bukti tidak becusnya aparat penegak hukum.
Kelima, Evaluasi Pelaksanaan MBG
Sebagai janji politik pasanga Prabowo-Gibran, tentunya Program Makan Bergizi (MBG) ini adalah program yang sangat ditunggu oleh masyarakat. Meskipun sudah mulai terealisasi sejak awal tahun 2025 ini, ternyata pada praktiknya masih menemukan berbagai macam permasalahan yang ada. Ambisi tinggi untuk merealisasikan program MBG ini menyebabkan berbagai macam persoalan seperti membengkaknya anggaran belanja negara. Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa anggaran untuk program MBG sebesar Rp 71 triliun hanya cukup hingga Juni 2025.
Melalui dana yang besar tersebut, ternyata pemerintah pusat juga membebankan program MBG ini ke Anggaran Belanja Daerah. Menurut Menteri Dalam Negeri terdapat daerah yang telah mengalokasikan sekitar 5 Triliun dari APBD untuk program MBG. Padahal menurut hemat kami, program MBG ini merupakan program Pemerintah Pusat yang berawal dari janji politik yang dibuat oleh Prabowo dan Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden sudah seharusnya untuk memenuhi janji politik tersebut, tidak pantas Pemerintah Pusat menekan kepada daerah untuk mengalokasikan APBD untuk mensukseskan program MBG ini. Hal ini disebabkan APBD merupakan keuangan daerah yang sifatnya terbatas dan tidak semua daerah memiliki APBD yang melimpah. Selain itu, peruntukan APBD digunakan untuk janji politik salah satu pasangan calon yang sudah jadi adalah tindakan yang menjerumus pada “mementingkan kelompok atau diri sendiri” hal ini didasarkan pada penggunaan APBD ini bukan ditujukan pada program janji politik, melainkan difokuskan pada kebutuhan mendasar yang telah melalui rapat dan kajian.
Lebih lanjut, peruntukan APBD ini seharusnya disasar pada kebutuhan mendasar masyarakat. Sejak awal direncanakan dan dilaksanakan secara serentak pada 6 Januari 2025, Program MBG ini sudah diperingati oleh beberapa tokoh dan ahli bahwasanya Program MBG memiliki resiko besar. Permasalahan dari Program MBG ini adalah dapat dilihat dari distribusi makanan terlambat, perbedaan menu antar sekolah, hingga kebingungan pengelola sekolah karena tidak mendapat sosialisasi dan simulasi sebelumnya. Semua itu mencerminkan ketidaksiapan dalam merealisasi program unggulan pemerintahan Prabowo.
Program yang sejak awal terlihat tergesa-gesa akhirnya berakibat pada pelaksanaannya selain adanya kelambanan dalam distribusi makanan hingga perbedaan menu antar sekolah juga yang menjadi persoalan adalah tidak adanya standarisasi yang jelas dan detail. Dalam beberapa pelaksanaan program MBG ini terdapat beberapa sekolah di Indonesia justru mengalami keracunan massal setelah mengonsumsi Program MBG ini. Quality Control yang tidak maksimal menyebabkan kejadian tersebut terjadi di tengah masyarakat.
Pemerintah tidak memberikan kebijakan untuk memperhatikan penurunan pendapatan para pedagang yang berjualan di area sekolah di kota Malang, di kota malang sendiri ada 27 sekolah dengan rincian 13 TK/PAUD, 10 SD, 2 SMP DAN 2 SMK makanan yang di bagikan 4,005 yang di kordinir oleh Lanud Abd Saleh ini memiliki dampak penurunan pendapatan dalam hari pertama sebesar 35% ini menjadi sangat miris di satu sisi memperhatikan kondisi gizi dan mencegah stunting namun di satu sisi ada yang terjebak dengan kondisi ekonomi. Seharusnya dengan beberapa minggu berjalan, Pemerintah Pusat wajib melakukan evaluasi yang mendasar untuk Program MBG ini. Sebab, seharusnya pemerintah ini memiliki fokus pada daerah-daerah 3T untuk meningkatkan gizi dan mencegah stunting sebagaimana yang di cita-citakan oleh Program MBG ini.